Rencana
hari ini telah tersusun rapi untuk merayakan hari ultah temanku, Mawar.
Rencananya aku, Mawar, dan Rini ingin pergi ke Warung Pasta. Warung Pasta
terletak di Rawamangun, Jakarta, dan tempat ini lumayan terkenal di kalangan
anak muda. Tempatnya yang terletak strategis, nyaman, serta asik terasa saat
kami memasukinya. Sesuai dengan namanya, tempat ini menjual berbagai macam
pasta ataupun spaghetti khas Eropa. Saat kami duduk, terlihat sudah banyak
orang yang menempati hampir seluruh kursi. Mungkin karena hari ini libur
nasional. Terlihat beberapa orang terlihat stylish dan gaya-gayanya seperti
orang kaya. Berdandan seadanya dan baju yang dikenakan cukup bermerek. Tapi
kami tidak perduli karena kami juga membayar jika memesan makanan. Haha,
pikirku.
Tempat
makan ini memiliki dekorasi ruang yang elegan dan simple. Warna putih
mendominasi dinding-dinding restoran ini. Tampak pula karpet hijau seperti di
lapangan futsal yang terletak di teras depan restoran ini. Tidak terlalu luas,
hanya seperti ruko yang didesain dengan elegan. Bangku dan meja-meja pun
berwarna putih agar terkesan bersih.
Pelayan
datang membawa buku menu,
“Selamat
datang. Silahkan mbak dipilih, ini daftar menunya. Nanti jika sudah selesai
memilih, bisa langsung panggil. Terima kasih”, ujar pelayan laki-laki yang
memakai seragam putih.
“Oke
mas”, jawab Mawar.
Tiba-tiba,
Rini merasa tidak nyaman dengan tempat duduk kami yang berada di barisan depan
dekat pintu masuk. Lalu ia mengajak kami untuk pindah.
“Pindah
aja yuk, ga enak nih paling depan deket pintu,” kata Rini.
“Mau
pindah di mana rin?”, jawabku.
“Tuh
disitu, orangnya udah pergi.”
Kami
langsung bergegas pindah dan menghubungi pelayan.
“Mas,
boleh pindah ke sana aja ga?”, tanya Rini kepada pelayan yang tadi menyodorkan
buku menu.
“Ia
boleh, silahkan.”
Dengan
sergap pelayan yang lain membantu membersihkan sisa-sisa makanan dari pelanggan
sebelumnya. Kami langsung duduk walaupun pelayan tersebut masih bekerja.
Berbeda dengan tempat duduk yang tadi, kali ini tempat duduk kami sofa panjang
di satu sisi dan satu sisi yang lain tempat duduk biasa. Disamping tempat duduk
kami, terllihat dua orang muda-mudi yang sepertinya sudah menjalin hubungan
pernikahan. Setelah semua sisa makanan bersih, kami langsung memilih menu
kembali. Aku bingung. Berbagai menu terpampang beserta gambarnya. Akhirnya
setelah beberapa detik pelayan menunggu di samping kami, kami memutuskan untuk
memesan menu Sunny Sunrise, Penalty Kick, Creamy Meat, Lemon Mint Squash serta
Chocholate Blended.
“Ditunggu
sekitar 25 menit ya mbak,” ujar pelayan.
“Oke,”
jawabku. Lama juga ya, pikirku.
Sambil
menunggu datangnya pesanan, kami langsung selfie-selfie.Trend yang sekarang
digandrungi oleh anak remaja. Dengan efek kamera 360 pixel, wajah kami bertiga
terlihat lebih sempurna.
Satu
persatu pesanan datang dan kami langsung mencicipi semua menu yang ada. Enak
tapi lama-lama membuat enek. Apalagi
menu Creamy Meat yang dipesan Rini, rasanya seperti bubur tepung yang tawar.
Sempat menyesal memilih menu tersebut. Dan ujung-ujungnya makanan itu
ditinggalkan.
Setelah
selesai makan, Mawar mengajak kami kembali ke bioskop. Kami akhirnya pergi ke
bioskop Buaran yang terkenal murah. Namanya juga anak remaja, duit masih
pas-pasan. Berangkatlah kami ke sana dari tempat makan.
Taring,
Eiffel Im In Love, Step Up, dan Dendam Pocong. Itulah daftar film-film yang
tayang di bioskop tersebut. Film jadul semua, pikirku. Kami semua memperhatikan
detail satu persatu, tapi akhirnya terlanjur memilih Eiffel, Im in Love. Mawar
sudah beli tiketnya karena dianggap season yang baru. Satu demi satu tempat
duduk penonton yang menunggu jam tayang berpasang-pasangan. Terlihat hanya kami
bertiga yang single. Tidak heran, apalagi kelihatannya pasangan muda-mudi ini
merupakan anak yang masih sekolah.
Setelah
pukul 15.00, kami akhirnya masuk ke ruang bioskop. Tiba-tiba beberapa menit
kemudian lampu mati. Kami yang tadinya memesan tempat duduk paling atas, pindah
ke posisi yang lebih bawah. Beberapa pasangan yang tadi masuk bersama kami
duduk berjauh-jauhan mencari tempat yang aman. Entah apa yang nanti akan mereka
lakukan saat film diputar. Ya, pikiranku sudah melayang ke mana-mana. Rasa
penasaranpun juga aku rasakan. Sekarang sudah menjadi hal yang tidak tabu,
remaja membuat film sendiri saat menonton film.
Selama
film diputar, lama kelamaan rasa bosan menghampiri. Bahkan temanku, Rini, yang
duduk di sebelah Mawar sudah menguap berkali-kali. Walaupun hp sudah aku utak
atik tapi tetap saja, bahkan aku malah semakin bosan. Akhirnya aku terus
bercanda dengan Mawar untuk melawan rasa bosan ini. Kami berdua tertawa
sampai-sampai bioskop cukup berisik dengan suara kami. Tiba-tiba terdengar
suara.
“Criit
criiit critt , kreet kreet kreet”.
Aku
langsung berpikir, suara apa itu.
“Ma,
ada suara aneh masa, criiiit criiit kreet. Bunyinya kaya gitu. Kaya suara kursi
goyang,” tanyaku pada Mawar. Maklum lampu semua mati dan kondisi sekitar tidak
terlihat.
Tapi,
suara itu terus datang dari arah kananku.
“Ga
tau. Dari sebelah mana suaranya ?” tanya Mawar balik.
“Sebelah
kanan w ma, dengerin deh,” ujarku.
Entah,
Mawar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Padahal menurutku suara itu cukup
keras. Selang beberapa menit kemudian suara itu kembali muncul. Langsung aku
heboh lagi dan bicara dengan Mawar.
“Tuh
ma, suaranya ada lagi. Denger gak?” tanyaku.
Dengan
saksama Mawar mendengarkan kembali.
“Ia,
w denger koq,” jawab Mawar.
Kami
berdua langsung tersenyum dan saling memandang. Pikiran kami berdua sama.
Dasar, pergaulan jaman sekarang. Apa yang mereka lakukan saat kondisi lampu
mati dan suasana sepi ?
Film
berakhir, kami langsung menuju pintu keluar. Tak terlihat pasangan yang berada
di sebelah kananku yang menciptakan suara aneh. Kursinya sudah kosong. Gagal
aku melihat dua pasangan bak tersangka itu. Padahal aku sudah penasaran, siapa
pasangan tersebut, dan bagaimana wajahnya. Saat menuju tempat parkir, Rini
berbicara kepada kami agar tidak memberitahu keluarganya bahwa kita menonton
film ini. Bisa malu katanya.
Tak
lama, seseorang memanggil kami.
“Mbak
Rini.” Sahut seorang wanita yang tinggi dan sedikit gemuk, serta disampingnya
terlihat pula laki-laki tinggi memakai jaket warna merah.
“Wiwi
!” Ya, dia adalah adik Rini. Kenapa dia bisa disini, pikirku.
“Habis
nonton apaan ?”, tanya Wiwi.
“Nonton
Eiffel, Im in Love,” jawab Mawar.
“Ngapain
kesini ? Mau nonton ya ? Mending ga usah deh. Filmnya jadul semua,” ujarku.
“Ia.
Tadi ngeliat motor mbak Rini, tapi motor kak Eva ga ada masa. Tapi helmnya
ada,”
“Oh,
ia . W ganti motor Wi. Motornya yang satu lagi somplak,”jawabku.
“Ini
pada mau kemana ?” tanya Wiwi.
“Baliklah,”
jawab Rini.
“Beneran
?”
“Rencananya
sih mau ke Bakso Rindu.”
“Ikut
dong, tapi bayarin ya ?” serbu Wiwi.
“Noh,
si Oma (panggilan Mawar) yang lagi ulang tahun. Tagih gih,” jawabku ngasal.
“Ia
dong, kak Mawar. Traktir Wiwi dong,” dengan wajah manja Wiwi memohon pada
Mawar.
Akhirnya
kami berlima jalan menaiki motor secara beriringan ke Bakso Rindu. Bakso Rindu
direkomendasi oleh Rini karena rasa baksonya yang enak. Bakso Rindu terletak di
kawasan Duren Sawit tak jauh dari Bioskop Buaran.
Karena
macet, rombongan terpisah. Aku mengikuti motor Wiwi dan pacarnya, sedangkan
Rini dan Mawar mengambil jalur lain. Tak tahu di mana aku berada. Jalannya
kecil seperti gang perumahan. Tiba-tiba, aku kehilangan jejak Wiwi. Dengan
percaya diri, dan bensin yang hampir habis, aku langsung mengikuti arah
motor-motor yang lewat. Setelah tiba di persimpangan jalan aku sempat ragu.
Apakah aku harus jalan ke kiri atau ke kanan. Karena banyak yang memilih jalan
ke kiri, aku langsung mengikuti yag lain. Sepanjang jalan tersebut sepi dan
terlihat seperti perkampungan kumuh. Aku sempat takut karena sebentar lagi
petang akan tiba. Aku mencari akal. Akhirnya aku memilih mengisi bensin di
salah satu warung. Setelah selesai, kembali aku mencari jalan keluar.
Terus
aku jalan, hingga sampai ke area pasar malam yang aku tidak pernah lihat. Terus
aku jalan, berharap menemukan Wiwi ataupun Rini. Tapi semakin jauh, semakin aku
bingung. Aku langsung berhenti, mencari hp, dan muncul panggilan dari no yang
tak dikenal. Aku jawab.
“Halo”
“Halo,”
jawabku.
“Lw
dimana va ?” tanya si pemanggil.
“Ini
Rini ya. Rin, w ga tau lg dimana nih, w bingung harus jalan kemana,” keluhku.
“Lah,
lw tadi ngikutin Wiwi ya ?” tanya Rini.
“Ia.”
“Coba
lw liat disekitar lw, alamatnya apaan ?”
“W
dideket SMP 236 Rin, lw tau gak ?”
“SMP
236 ? Dimana tuh ?
“Ga
tau. Pokoknya ada pasar malem, trus w deket SMP 236 nih sekarang?”
“Yaudah
tunggu disitu. Wiwi sama cowoknya mau nyamperin lw,jangan kemana-mana ya?”
“Ia
Rin, buruan ya.”
Setelah
ditunggu selama beberapa menit, Wiwi tak kunjung datang. Rintik-rintik hujan
mulai turun. Pulsa telponku habis. BBM tak kunjung terkirim. Apa yang harus aku
lakukan? Pikirku.
Tiba-tiba
hujan turun deras, Aku harus mencari tempat berteduh. Di warung kecil itu, aku
terus mengecek hp ku, tak ada pesan masuk ataupun panggilan masuk. Tiba-tiba,
BBM ku berbunyi.
“Dimana?
Udah ketemu belum ?” tanya Mawar.
“Belom”,
jawabku.
Sambil
mencari alamat di mana aku berada, akhirnya ku temukan titik terang sebagai
patokan.
“W
di jalan raya penggilingan komp. PIK blok E (taman PIK)”
Beberapa
menitku tunggu, balesan tidak segera datang. Dan akhirnya.
“Lo
mpe kesana tadi lewat mana ? Bisa balik ke tempat sebelom lo kesana. Rini lagi
nyari lo juga”, jawab Mawar.
“Hujan
ma.”
“Bawa
mantel ga ? Gimana ? Udah ketemu ? Patokannya dimana ? Disekitar lo ada apa ?
Deket lapangan bola gak ? Ada romantis futsal gak disitu ? Coba liat di sekitar
lo”, jawab Mawar panjang lebar.
Aku
masih bingung. Hujan sudah reda. Aku harus gimana. Wiwi belum menemukanku. Aku
ingin balik ke tempat semula tapi aku takut. Perkampungan yang tadi aku lewati
sepi. Aku takut nanti terjadi apa-apa denganku. Akhirnya aku bertanya kepada
seorang ibu penjaga warung, tempat aku berteduh. Ibu itu tidak tahu. Aku
kembali bertanya kepada bapak-bapak yang sedang menelpon. Setelah selesai
menelpon, aku bertanya.
“Pak,
permisi,numpang tanya. Kalau arah ke Buaran atau Duren Sawit lewat mana ya Pak
?”
“Oh,
ada dua neng jalannya. Yang lurus ke depan ada, yang lewat belakang juga ada.
Tapi kalo yang depan jalannya muter-muter jauh. Mending lewat belakang aja.
Kalau lewat belakang nanti lewat perkampungan”, jawab bapak itu.
“Ia
pak, tadi saya lewat perkampungan, cuman lupa jalannya.”
“Lurus
aja neng, ntar kalau mentok, belok kiri. Trus habis itu lewat jembatan, nanti
coba tanya lagi aja.Kalau udah lewat jembatan gampang koq. Tinggal ngikutin
arah jalan gede.”
“Oh
gitu, terima kasih ya pak.”
Akhirnya
aku memberanikan diri melewati jalan semula yang membuat aku tersesat. Sepi dan
sudah gelap. Aku sempat takut. Aku berdoa di sepanjang jalan itu, agar aku
dilindungi oleh Tuhan. Akhirnya aku berhasil kembali ke tempat semula aku
berpisah dengan Rini. Lalu aku langsung mengirim pesan BBM.
“W
dah balik ke tempat semula ma, yang pas Wiwi belok.”
“Tunggu
situ mau dijemput Wiwi. Masalahnya Rini juga belum balik lagi nyari lo.”
Setelah
menunggu sebentar, Wiwi dan pacarnya muncul menjemputku. Aku langsung menyerbu
Wiwi dengan keluhanku serta kekesalanku.
Sesampainya
di Bakso Rindu, aku langsung duduk dan minum. Mawar sudah menghabiskan
baksonya. Hanya aku dan Rini yang belum makan. Tapi, Rini belum balik dan masih
mencariku. Dia tidak membawa hp, aku menjadi bersalah karena merepotkan orang
lain. Gara-gara aku tersesat, semua orang sibuk mencariku. Akhirnya setelah
beberapa menit, Rini datang dengan baju yang sudah basah kuyup. Dia kehujanan
dan masih mencariku. Rasa bersalah ini semakin bertambah. Aku minta maaf telah
membuat semuanya khawatir.
Rini bercerita bahwa ia terus mencariku karena teman
kampusnya pernah menjadi korban perampokan di tempat yang aku lewati tadi. Ia
takut hal yang sama terjadi padaku. Tapi ia bersyukur bahwa aku tidak apa-apa.
Setelah makan, kami langsung bergegas pulang. Tapi, ada saja yang membuat Rini
tambah kesal. Pelayan Bakso Rindu yang kami makan bersikap buruk dan tidak
menghargai pelanggan. Padahal kami hanya menanyai harga minuman, kenapa lebih
mahal dari harga baksonya. Tapi itu kami anggap menjadi bumbu penyedap
pengalaman di hari itu. Intinya di hari itu, kami senang bisa berkumpul bersama
dan berharap akan selalu seperti ini persahabatan kami bertiga.
Komentar
Posting Komentar