Seminar + Liburan

Eva Erviana 

Rabu (12/12), saya pergi ke acara seminar. Saat itu saya tidak sendiri, karena dua anak jurnalis lain yaitu Pita dan Sabrina juga ikut menghadiri acara tersebut. Awalnya kami mendapat informasi dari salah satu senior, yang ternyata dia juga mendapat informasi tersebut dari salah satu dosen FISIP Unisma, Mbak Vira. Kami bertiga mendaftar lewat email dan setelah beberapa jam, saya langsung mendapat balasan dari pihak panitia bahwa saya bisa ikut. Saya bertanya kepada teman-teman yang lain, apakah mereka sudah mendapat balasan, namun ternyata belum. Hingga akhirnya, saya mendapat SMS (pesan singkat) dari Sabrina bahwa dia juga sudah dihubungi pihak panitia.

Saya merasa tenang, karena akhirnya ada teman untuk pergi ke seminar tersebut. Awalnya jika hanya saya yang terpilih, maka saya tidak akan ikut acara itu. Untungnya ada teman yang ikut terpilih juga, dan akhirnya saya mengurungkan niat itu. Tapi, masih ada Pita yang belum mendapat balasan apakah dia bisa ikut atau tidak. Akhirnya Sabrina membantu untuk bernegosiasi dengan panitia dan hasilnya kami bertiga bisa ke sana bersama-sama.

Tempat seminar yang kami tuju berada di sebuah hotel di daerah Bogor. Acara yang saya yakini pasti besar karena tema acara tersebut adalah ‘Penyegaran Kembali Berbahasa Indonesia untuk Wartawan Asing’. Undangan yang hadir pasti wartawan-wartawan yang sudah profesional dan berkompeten. Apalagi acara ersebut juga berlangsung selama dua hari dan kita disediakan uang transportasi serta akomodasi gratis. Menurut saya sangat menyenangkan, pertama karena acara tersebut adalah acara dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan kedua biaya ditanggung panitia. Jujur saya senang, karena ini merupakan pengalaman pertama kami mengikuti seminar di sebuah hotel.

Saya dan Sabrina berangkat pukul 08.00 dari Pondok Ungu. Bisa dibilang telat, karena jadwal yang kami bertiga buat sebelumnya adalah pukul 08.00 semua sudah sampai di Terminal Bekasi. Pukul 08.30, kami berdua sampai di terminal, dan ternyata Pita belum jalan dari rumahnya. Hingga akhirnya kami harus menunggu selama setengah jam.  Saya sebenarnya adalah tipe orang yang bosan menunggu dan saya tidak tenang selama menunggu Pita. Penyebabnya adalah saya takut jika nanti sampai di sana akan telat dan tidak sempat lapor masuk. Akhirnya, pukul 09.00 Pita tiba di terminal dan kami langsung bergegas ke bus AC jurusan Bogor. Pukul 09.30 bus berangkat menuju Terminal Baranangsiang, Bogor.

Selama perjalanan, kami bertiga melihat pemandangan di pinggir jalan, dan jika bosan kami memilih untuk tidur . Setelah dua jam perjalanan, kami tiba di terminal Bogor. Kami turun dan langsung jalan menuju bundaran yang terletak tak jauh dari terminal. Saya diberitahu seorang teman yang sering melakukan perjalanan ke Bogor, bahwa kami harus naik angkot dulu untuk sampai di hotel tempat berlangsungnya seminar. Agar tidak tambah bingung, kami bertanya kepada salah seorang petugas Dishub yang sedang bertugas, di mana letak bundaran itu, dan jawabannya kami harus jalan lurus saja. Hotel tempat berlangsungnya acara terlihat tidak begitu tinggi dan mewah namun cukup luas.  Nampak dari depan pun biasa saja.  Namun, saat kami sudah masuk, “Seperti ini toh hotelnya ?  hehe,” pikir saya dalam hati. Maklum baru pertama kali, dan kami juga termasuk orang kampung yang tidak terbiasa untuk tinggal di luar.

Di sana sudah terlihat ramai oleh para ibu dan bapak yang membawa koper. Saya kira mereka adalah peserta lain di seminar yang kami ikuti. Saya sempat berpikir, bahwa kami bertiga menjadi yang termuda di antara semua peserta. Akhirnya, setelah malu-malu, kami bertiga bertanya kepada resepsionis di dekat pintu masuk. Kami disuruh menunggu di salah satu tempat makan yang berada di dalam hotel, karena semua panitia belum hadir. Padahal saat itu jam menunjukkan pukul 11.20. Tidak heran jika kita berada di Indonesia, karena semuanya pasti serba ‘ngaret’.

Selama menunggu, kami diberi kupon bertuliskan welcome drink yang nantinya dapat ditukarkan dengan minuman. Kami bertiga mengira bahwa kupon tersebut berlaku untuk semua jenis minuman yang ada di menu, ternyata tidak. Rasa malu kami ternyata sia-sia karena saat menukarkan kupon kami disuruh untuk menunggu lagi di tempat sebelumnya, dan minumannya nanti akan diantar salah seorang pelayan. Kami bertiga tertawa kecil gara-gara kupon tersebut dan tidak lama minuman itu sampai di meja kami.

Pukul 12.00 kami masih menunggu panitia untuk lapor masuk ke dalam kamar. Ternyata saat bertanya kepada salah satu pelayan, panitia masih belum datang. Akhirnya, saya bertanya lagi kepada Emil, teman saya yang sebelumnya mengikuti acara yang sama. Dia berkata bahwa pada jam itu dirinya sudah dipersilakan untuk makan siang. Sangat berbeda dengan kami yang masih menunggu dan tidak tau harus melakukan apa. Akhirnya kami mencari restoran yang disewa oleh panitia untuk makan siang, dan bergegas karena jadwal seminar dimulai sejam berikutnya.

Saat antre mengambil makanan, kami bertiga bingung dan saling melihat satu sama lain. Tidak ada yang berani untuk mengambil piring terlebih dahulu. Akhirnya, karena saya adalah yang terdepan, maka saya yang mengambil piring duluan. Di situ ada berbagai macam pilihan makanan. Saya memilih nasi goreng Korea karena penasaran seperti apa rasanya. Setelah itu, saya mengambil beberapa lauk yang tersedia. Sebenarnya saya lebih tertarik kepada makanan penutup disetiap acara-acara besar karena rasanya dan khasnya pasti berbeda-beda. Tapi karena kondisi tangan saya yang sibuk memegang piring akhirnya saya tunda untuk mengambil makanan tersebut.

Kami memilih tempat tepat di depan televisi besar yang di taruh di atas dinding. Sehingga saat kami makan diiringi dengan tayangan berita yang disiarkan di televisi tersebut. Ada seorang wanita yang duduk sendirian di meja belakang kami. Saya selalu tersenyum saat kami menengok karena kami di posisi yang sama dengan dia, tidak mempunyai kenalan dengan orang lain. Ingin saya ajak makan bersama di tempat duduk kami, namun ternyata dirinya sudah menyelesaikan hidangannya dan langsung bergegas ke dalam ruang seminar. Sabrina mengajak Pita untuk mengambil beberapa hidangan penutup yang kemudian terakhir giliran saya yang mengambil hidangan lainnya. Kami makan sambil menikmati tayangan berita.

Setelah makan, kami bergegas untuk salat karena waktu sudah menunjukan pukul 12.30. Kemudian, kami menuju ruang seminar yang terletak di lantai empat dengan menaiki lift. Sesampainya di sana, ruang masih sepi karena panitia belum juga datang. Akhirnya sambil menunggu semua panitia siap-siap, kami berfoto di samping jendela yang menghadap ke luar. Pukul 13.00 kami sudah masuk ruangan dan saat itu kamar juga belum dibagikan. Sehingga kami harus membawa semua perlengkapan untuk menginap ke dalam ruang seminar. Jumlah peserta saat itu cukup ramai sekitar 40 orang. Saat itu kami juga mendapat kenalan seorang produser SCTV yang bernama Roy.

Seminar pertama dibuka dengan menyanyikan Indonesia Raya yang dipimpin oleh panitia dan peserta diwajibkan berdiri. Setelah selesai, panitia tidak lupa memberi kami sebuah tes untuk menguji kemampuan berbahasa Indonesia. Kemudian materi pertama diisi oleh Kepala Pusat Pembinaan dan Permasyarakatan, Ibu Yeyen Maryani dengan tema “Kebijakan dalam Pembinaan Bahasa di Media Massa”. Materi yang diberikan sebenarnya bagus namun penyampaiannya saya anggap kurang menarik karena kurang mengajak peserta untuk berinteraksi. Saat itu, pembicara menyampaikan terima kasih kepada peserta yang hadir dan berkata bahwa seminar ini tidak membatasi umur. Bahkan, saat itu saya dibilang yang paling muda di antara peserta lain, walaupun usia saya sudah menginjak kepala dua. Jujur saya senang.

Selesai materi pertama, semua peserta disilakan untuk istirahat dan disuguhi makanan ringan. Lima belas menit kemudian, materi dilanjutkan dan semua peserta disuruh untuk masuk kembali ke ruang seminar. Materi ini bertemakan mengenai “Penggunaan Bahasa Indonesia Jurnalistik” dan diisi oleh salah satu anggota AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), Bapak Willy Pramudya. Seru dan menarik saat pembicara tidak hanya duduk dalam menyampaikan materi sehingga para peserta cukup antusias. Materi ini juga cocok untuk kami bertiga karena saat ini kami juga sedang mengambil mata kuliah Bahasa Jurnalistik. Banyak peserta yang bertanya dan menyampaikan pendapatnya.

Pukul 17.15, materi selesai dan diambil alih panitia untuk pembagian kamar. Kami sepakat sebelumnya bahwa nanti saya dan dua teman saya yang lain harus sekamar. Pita langsung bernegosiasi dengan panitia agar menempatkan kami bertiga sekamar. Kamar yang harus kami tempati adalah kamar nomor 234 dan ada dua kunci yang diberikan panitia. Sabrina bertanya pada saya, “Ini kamarnya di lantai berapa cil ?”, dan saya jawab dengan percaya diri yang tinggi, “Ini pasti lantai dua Sab, soalnya nomor awalnya dua, hehe”. Saya bersyukur karena saya sering menonton program variety show yang berjudul Running Man. Mengapa ? Karena di sana mereka sering sekali shooting di hotel dan main hide & seek. Saya kira ada ilmu yang didapatkan juga selain hiburan, dan aslinya saya belum pernah tinggal di hotel.

Kami menaiki lift menuju lantai dua. Saya juga sudah mahir menaiki lift dan merasa yang paling modernlah dibanding Pita dan Sabrina. Ini dikarenakan dulu saya pernah magang di salah satu perusahaan besar, dan saya hobi sekali naik lift saat itu walaupun lantai yang dituju hanya berbeda satu lantai. Maka dari itu saya mahir menekan tombol lift. Akhirnya, kami bertiga sampai di depan kamar kami. Saat membuka kunci, saya juga sedikit tahu caranya karena acara yang saya tonton, yaitu dengan memasukkan kartu seperti saat menggunakan kartu ATM. Pertama, setelah saya masukkan kartu tersebut, pintu saya coba buka namun akhirnya hasilnya nihil. Saya coba kembali dengan menarik kartu yang sudah dimasukkan dan mencoba membukanya, akhirnya terbuka juga. Satu pelajaran lagi saya dapatkan.

Namun, permasalahan muncul saat kami bertiga mencoba untuk menyalakan lampu kamar. Di dekat pintu ada tombol untuk menyalakan lampu dan kami bertiga menekan tombol tersebut. Namun, setelah di coba beberapa kali lampu tidak mau nyala. Kami kebingungan dan sempat berfikir untuk tukar kamar. Bahkan, saya juga berkata kepada yang lain, “Masa ia kita harus gelap-gelapan tinggal di kamar ini ?”. Saya mencoba masuk lebih dalam lagi di kamar tersebut, niatnya untuk mencari tombol lain yang sekiranya bisa menyalakan lampu. Ternyata Pita dan Sabrina mencoba bertanya kepada salah satu pelayan yang lewat di ujung koridor. Mereka bilang bahwa lampunya mati, namun pelayan tersebut malah bertanya mengenai kartu yang kami bawa. Dia meminjam kartu tersebut dan kemudian lampu tiba-tiba menyala. Ternyata kartu tersebut harus dimasukkan di sebuah lubang yang terletak dekat tombol yang sebelumnya kami tekan. Sungguh di situ rasanya memalukan. Kami terlihat seperti orang yang ‘udik’ dan tidak pernah tinggal di hotel. Apalagi saat pelayan tersebut bertanya keperluan apa lagi yang dia dapat bantu. Jawaban kami saat itu tidak ada dan pelayan tersebut pergi meninggalkan kami.

Sesudah pintu dikunci, kami bergegas untuk salat Ashar karena waktunya hampir berakhir. Selesai salat, kami mandi secara bergantian. Pertama saya yang mandi, dan di dalam saya belum terbiasa karena berbeda bentuk antara kamar mandi saya dan kamar mandi hotel. Bahkan saya sempat kebingungan untuk menyalakan keran, namun akhirnya hal tersebut dapat saya atasi sendiri. Giliran kedua adalah Sabrina. Saat Sabrina mandi, pelayan datang untuk mengantarkan tambahan tempat tidur dan keperluan lainnya. Setelah selesai pelayan tersebut pergi. Namun tiba-tiba hal yang tidak kami inginkan terjadi saat Sabrina selesai mandi. Dia bertanya kepada saya apakah saya tadi mengelap kaca kamar mandi, tapi saya jawab tidak karena memang tidak saya lakukan. Dia menakuti kami untuk melihat kaca di dalam kamar mandi sekarang, dan ternyata memang benar seperti ada orang yang melakukan hal itu. Saya dan Pita langsung lari saat melihat hal tersebut.

Kami bertiga jadi ketakutan. Bahkan, Pita hampir tidak mau mandi, saat beberapa detik kemudian dia melihat kembali, kaca tersebut sudah bersih. Awalnya dia ingin berlama- lama dan menikmati fasilitas tersebut, namun gara-gara hal itu dia mandi sangat cepat. Apalagi saat itu hari mulai petang. Selesai beres-beres, kami langsung menuju restoran untuk makan malam. Di sana kami mendapat kenalan lagi yang berasal dari Aceh, namanya Nurul. Dia baru saja menyelesaikan pendidikan kulianhya di Aceh. Setelah selesai makan kami langsung menuju tempat seminar. Ruangannya sama seperti seminar sebelumnya yaitu di Padjajaran Room No. 1.

Materi ketiga mengenai Ejaan Bahasa Indonesia dan diisi oleh Pak Sriyanto. Sepertinya dia adalah orang Jawa karena logatnya masih kental. Lebih menarik dari pemateri sebelumnya dan peserta banyak yang antusias. Bahkan, ada juga peserta yang membuat forum debat sendiri karena materi ini, tapi semuanya berjalan dengan lancar. Selanjutnya ada waktu coffee break untuk lanjut ke materi berikutnya. Materi keempat yaitu tentang Paragraf yang diisi oleh Pak Suladi. Sebelum memulai materi dirinya berkata akan menghantarkan ke alam mimpi. Dan ternyata memang benar, saat dia berbicara banyak peserta yang mengantuk, mungkin karena penyampaiannya yang membosankan.

Pukul 22.30, materi selesai dan para peserta disilakan untuk beristirahat di kamar. Kami bertiga langsung menuju kamar. Awalnya kami berencana untuk menonton film sebelum tidur , namun Sabrina dan Pita sudah merasa ngantuk dan akhirnya izin untuk tidur duluan. Akhirnya kami tidak jadi nonton dan  saya meminjam netbook Pita untuk download musik. Sekitar pukul 00.30 saya baru bergegas untuk tidur. Tidak lupa sebelum itu saya menyalakan alarm pukul 05.00 untuk salat Subuh.

Pukul 04.30, Sabrina sudah membangunkan kami untuk salat. Masih ada waktu setengah jam sebetulnya dengan alarm saya. Akhirnya saya bangun untuk salat. Waktu itu saya belum sadar sebelumnya sampai akhirnya saya ingin wudhu, air yang lumayan panas menyentuh kaki saya. Otomatis saya kaget dan langsung sadar. Setelah saya tanya ke Sabrina, ternyata air tersebut air yang sudah disiapkan dia untuk mandi dan sebelumnya dia sudah mengatakannya saat saya masih belum sadar.

Selesai salat, saya kembali melanjutkan tidur sampai pukul 06.30. Sebelum saya memejamkan mata, Pita menelepon keluarganya yang berada di kampung dan menceritakan pengalamannya saat tidur di hotel. Saya hampir ingin tertawa karena dirinya menceritakan dengan menggunakan bahasa Jawa, namun saat itu saya tahan tawa saya dan mencoba untuk tidur. Pukul 06.35 saya bangun karena alarm sudah berbunyi dan saya melihat  Pita dan Sabrina saat itu sedang menonton film India.  Saya kira mereka sudah mandi, namun ternyata belum dan saya duluan akhirnya yang mandi.

Setelah selesai semuanya, kami siap-siap untuk sarapan dan menghadiri seminar yang tersisa. Pukul 08.30, seminar dimulai dan materi diisi oleh Pak Mustakim dengan pelajaran Bentuk dan Pilihan Kata serta Kalimat Bahasa Indonesia. Penyampaian yang diberikan cukup tenang dan menurut saya sedikit bosan. Setelah pukul 11.30 materi selesai dan panitia menyampaikan penutupan. Saat itu panitia juga mengumumkan peserta yang memiliki nilai tes tertinggi dan ternyata Pita, salah satu pemenangnya. Dia diberikan sebuah hadiah oleh pihak panitia. Setelah itu panitia membagikan biaya transportasi dan harian kepada para peserta. Sebagian peserta yang menunggu panggilan tersebut, sibuk berfoto-foto termasuk saya dan Pita. Kami diajak berfoto bersama. Setelah semua acara seminar selesai, kami kembali menuju kamar untuk bersiap-siap pulang dan lapor keluar.

Itulah cerita pengalaman kami bertiga saat menghadiri acara seminar dan tinggal di hotel. Semua kegiatan banyak memberikan kami pelajaran baru. Terima kasih kepada semuanya, panitia, peserta dan dua teman saya yaitu Pita dan Sabrina. Pengalaman ini adalah pengalaman yang tak terlupakan untuk saya pribadi. 

Komentar