Cerita
ini adalah pengalaman nyata yang dialami oleh ibu saya. Hari selasa yang lalu
tepatnya tanggal 24 Desember, ibu saya diundang untuk menghadiri acara
pengajian oleh tetangga. Pengajian tersebut diadakan untuk merayakan sunatan
salah satu anaknya. Ibu saya diundang kira-kira saat pagi menjelang siang hari.
Saat itu ibu saya menjawab akan hadir dalam acara tersebut.
Kira-kira
pukul 14.00, ibu saya sudah siap untuk berangkat. Saat itu saya sedang
mengerjakan tugas di laptop. Biasanya ibu saya jarang mengikuti acara arisan
dan pengajian karena sibuk mengurusi adik saya yang masih kecil. Tapi karena
pengajian kali ini diadakan oleh salah satu tetangga yang cukup dekat maka ibu
saya menyempatkan untuk hadir.
Ibu
saya menunggu selama beberapa menit di depan rumah karena teman-temannya belum
siap berangkat. Hal tersebut biasa dilakukan oleh kumpulan para ibu di sekitar
tempat tinggal saya karena tidak mau berangkat sendirian. Dan ini berlaku di
setiap acara baik arisan, pengajian maupun undangan pernikahan. Setelah semua
berkumpul, mereka para ibu termasuk ibu saya langsung menuju ke acara tersebut.
Sekitar
pukul 16.00, saya mendengar bahwa ibu sudah pulang ke rumah. Walaupun saya juga
mendengar samar-samar karena saya baru saja bangun dari tidur siang. Ibu saya
bercerita kepada kakak saya tentang apa yang dibawanya. Saya mendengarkan
cerita ibu tidak langsung karena saya masih di dalam kamar dan sedang
berbaring. Cerita ibu sungguh lucu. Saat pulang ternyata ibu membawa sebuah
ember hitam hasil dari pengajian tersebut.
Biasanya
dalam acara-acara seperti itu walau yang hadir para ibu atau bapak, maka
tentengan yang dibawa pasti sebuah besek
nasi beserta isinya dan sebuah plastik. Besek
nasi yang dibawa nantinya dapat digunakan untuk menghangatkan nasi kembali. Sedangkan,
plastik tadi berisi kebutuhan pokok, seperti mie instan, minyak goreng, gula,
teh dan kopi. Tapi kali ini ibu membawa sesuatu yang berbeda. Sebuah ember
hitam dibawa dari pengajian.
Ibu
bercerita kembali saat saya bangun tentang apa yang dialaminya. Ternyata semua
peserta yang hadir dalam pengajian tersebut juga membawa hal yang sama seperti
yang ibu saya bawa, yaitu ember hitam. Bayangkan lebih dari 100 orang ibu-ibu
keluar karena acara telah selesai dan membawa ember hitam. Yang saya bayangkan
mereka semua menjadi pasukan ember, apalagi jika pulangnya bersama-sama dan
serempak. Hahaha.
Ibu
saya memperkirakan juga harga ember tersebut. Dia bilang ember itu kira-kira
harganya Rp5000. Tidak heran saya mendengarnya, namanya juga ibu-ibu. Haha.
Setelah dipikir-pikir, mungkin penyelenggara acara tersebut bermaksud untuk
memberikan ember agar lebih awet
dibanding sebuah besek nasi. Biasanya besek nasi akan cepat terbuang jika sudah
bertahan selama beberapa hari, sedangkan ember kan lebih awet. Selain itu,
mungkin juga ember tersebut diberikan sebagai sebuah kenang-kenangan.
Saya
sempat menceritakan pengalaman ibu saya juga kepada temen-teman kuliah. Mereka
tertawa karena itu jarang terjadi disebuah acara apalagi acara pengajian. Ember
tersebut kini sudah berfungsi dengan baik dirumah dan digunakan untuk menampung
air.
Komentar
Posting Komentar