Nama saya Eva
Erviana. Saya lahir di daerah pedalaman di Pulau Jawa,
tepatnya di Kabupaten Sukaharjo, Solo (Jawa Tengah). Tanggal 4 Maret 1993, saya
lahir secara normal pada hari Kamis Pahing. Pahing itu dalam adat Jawa biasanya
dipakai sebagai nama untuk pasaran. Jadi, setiap orang yang berdagang di pasar
menggunakan nama-nama tersebut untuk menentukan mereka berdagang di pasar mana.
Sekarang umur saya
sudah memasuki kepala dua (2). Walaupun
sudah memasuki usia dewasa namun, hobi saya dari sejak zaman SMP hingga
sekarang belum berubah-ubah. Hobi ini terbilang cukup berbeda dengan orang
kebanyakan saat saya masih menginjak
bangku SMP. Dibandingkan dengan sekarang hobi ini sudah banyak orang yang
melakukannya. Menonton drama Korea,
mendengarkan musik Korea, itulah hobi saya yang tidak pernah seharipun
terlewatkan. Memang awalnya Ibu saya yang hobi menonton drama tersebut. Dari
kebiasaan menonton itulah akhirnya saya kecanduan untuk menonton bahkan
mendengarkan musik Hallyu asal Korea Selatan tersebut. Kebiasaan Ibu yang tiap
hari menyuapi saya dengan tontonan itu akhirnya menjadi hobi.
Saat itu saya
pernah tanya kepada Ibu saya, mengapa dia sangat menyukai drama Korea.
Jawabannya hanya karena ia tidak suka dengan sinetron-sinetron yang memang saat
itu sedang marak di pertelevisian Indonesia. Jalan cerita yang dibuat hanya
memutar-mutar seperti gangsing, berbeda dengan drama Korea yang menyajikan
tontonan yang fresh dan unik. Akhirnya
ibu saya lebih memilih drama Korea tersebut dan meninggalkan sinetron-sinetron
Indonesia. Kalau ibu saya hanya hobi menonton, saya lebih dari dia karena saya
juga menyukai musik Korea. Bahkan liriknya yang sulitpun, saya bisa
menghapalnya dalam seminggu. Maka dari itu, sudah banyak lagu Korea yang saya
hapal bahkan menjadi favorit di handphone.
Di handphone saya,
penuh dengan berbagai macam musik Korea, ada ballad, hip hop, r&b bahkan
lagu up-beat. Tidak ada lagu dari Indonesia sama sekali di handphone saya.
Sampai saat teman saya meminta lagu Indonesia yang sedang populer, kebetulan
memang tidak ada dan akhirnya dia bilang bahwa saya tidak mencintai produk
lokal. Saya akui, bahwa itu memang suatu hal negatif, namun apalah daya musik
Korea lebih kreatif. Hingga sewaktu boyband-boyband dari Korea menjamur di
Indonesia, boyband dari Indonesia hanya bisa mengikuti trend dan bisa dibilang
plagiat dengan konsep yang sama. Itulah yang membuat saya benci dengan industri
musik Indonesia. Mereka tidak mencoba untuk kreatif sama sekali, dan
bermodalkan tampang dengan suara pas-pas an.
Walaupun begitu, ada sisi positif yang saya
pelajari dari hobi saya ini. Saya belajar mengenai kerja keras para artis dari
Korea tersebut. Berawal dari training sampai mereka menjadi seorang artis
besar, mereka terus berusaha agar terus dikenal dan menjadi panutan yang baik
untuk para fansnya. Training mereka pun tidak mudah, butuh waktu berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun untuk bisa debut sebagai artis. Adapun yang rela
meninggalkan rumah karena tidak diizinkan oleh orang tuanya menjadi seorang
artis. Namun, mereka tidak pantang menyerah dan terus menjalaninya bahkan biaya
untuk tempat tinggal saat training pun hasil dari keringat sendiri. Rela
bekerja sebagai karyawan paruh waktu saat pulang sekolah sudah biasa saat
menjadi seorang training di agensi-agensi industri musik Korea. Selain itu,
saat mereka menjadi artis pun mereka masih rendah hati, berbeda dengan artis
Indonesia yang baru terkenal sedikit saja sudah sombong.
Sisi positif
lainnya yang saya pelajari adalah mereka cinta dengan budaya negaranya sampai
tempat-tempat bersejarah terus dirawat dan masih terpelihara dengan baik.
Selain itu, musik zaman dulu juga masih berkembang bahkan rookie-rookie (artis
yang masih junior) tidak malu untuk menyanyikan dalam acara-acara besar. Dalam drama pun mereka memasukkan sisi sejarah
dengan baik bahkan ada drama khusus sejarah yang biasa disebut Saeguk. Mereka dengan baik
memperkenalkan pejuang-pejuang yang membela negara lewat drama tersebut dan
dengan akting yang tidak kalah bagusnya.Mereka juga mengemas keindahan alamnya
lewat drama-drama tersebut sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih bagus
lagi, dan kunjungan turis meningkat sehingga berdampak ke bidang ekonomi juga.
Pengalaman saya
yang tidak pernah terlupakan adalah saat
menonton konser salah satu boyband terkenal dari negeri ginseng tersebut yaitu Super Junior. Boyband ini cukup banyak
anggotanya sebanyak 13 orang namun 1 orang sudah keluar dan sekarang sisanya
masih bertahan. Konser bertajuk Super
Show 4 adalah konser pertama boyband
ini di Indonesia. Karena tidak ingin meninggalkan moment ini, akhirnya saya
memutuskan untuk menonton walaupun peminat dari boyband ini cukup banyak. Namun,
saat saya ingin membeli tiket, tiket yang paling murah sudah habis. Saya panik
dan akhirnya terpaksa saya membeli dari calo tiket yang waktu itu menjual tiket
nya dengan harga yang lumayan tinggi. Dari harga 500 ribu rupiah menjadi 700
ribu rupiah, cukup mahal fee nya,
namun karena saya benar-benar ingin menonton konser tersebut akhirnya saya
tetap beli.
Selain itu saya
juga pernah menonton konser boyband Korea yang lain, yaitu 2PM. Boyband ini
dijuluki dengan Beastly Idol, karena
memang dari postur tubuh mereka terbilang atletis dan tinggi. Saat menjelang
konser tersebut, salah satu personilnya sempat mengalami kasus besar. Namun,
mereka tampil lengkap saat konser dilaksanakan. Berbeda saat saya menonton
konser Super Junior yang hampir penuh , konser 2PM tidak terlalu ramai bahkan
masih banyak bangku yang tidak terisi. Namun, saat ini setiap artis Kpop yang
datang untuk konser di Indonesia selalu terlihat ramai karena sekarang sudah
banyak yang menyukai bahkan menganggumi dan menjadikannya hobi.
Komentar
Posting Komentar