Oleh : Eva Erviana
Siapa yang tak
kenal gedung ini ? Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di Bekasi. Gedung yang
megah ini terletak di sebelah barat Pasar Tambun, dan beralamatkan di Jalan
Sultan Hasanuddin No. 5. Untuk nama gedung ini sendiri ialah Gedung Juang atau
Gedung Tinggi.
Gedung Juang ini
merupakan salah satu saksi bisu sejarah yang terjadi di Bekasi. Dahulu, gedung
ini dimiliki oleh seorang tuan tanah pada zaman Belanda. Menurut cerita salah
seorang veteran Bekasi, Edi B.Somad, gedung ini dibangun tahun 1901. Arsiteknya
berasal dari Cina dan pekerjanya adalah orang sekitar Tambun. Tuan tanah
menggunakan gedung ini sebagai tempat tinggalnya dan keluarga. Kemudian di
samping kiri dan kanannya difungsikan sebagai perkantoran tuan tanah. Perkantoran
tersebut digunakan untuk mengurus bea cukai perkebunan serta sawah yang digarap
oleh masyarakat setempat.
“Segala macam
perkebunan karet, perkebunan sereh wangi dan persawahan yang tuan tanah digarap
oleh masyarakat. Sebelah sana tuh yang tinggal kebonnya aja yang luas itu
dulunya itu kongsi. Kongsi itu kalau orang Cina bilang adalah tempat
penggilingan padi. Nah disitu, cukai-cukai padi hasil sawah garapan masyarakat
diambil tuan tanah,” ujar Edi.
Pendapatan
empat kahar atau empat roda hasil sawah nantinya akan diambil satu oleh tuan
tanah. Sehingga masyarakat yang menggarap mendapat bagian tiga kahar. Selain
dijadikan kongsi, ternyata disekitar Gedung Juang tersebut ada bulognya juga.
Hasil sawah yang sudah menjadi beras nantinya akan dipasarkan ke seluruh pasar
di Kabupaten Bekasi.
Setelah lama
tinggal di gedung tersebut, pada Mei 1942, tuan tanah harus meninggalkan gedung
tersebut untuk bisa menyelamatkan diri, karena Jepang telah mendarat di
Indonesia. Sejak itu, gedung tersebut dikosongkan dan segala harta benda tuan
tanah ditinggalkan. Tak lama kemudian, setelah Jepang sampai di Bekasi, gedung
tersebut kembali ditempati.
“Ceritanya
mulai dari 1942, ditempati oleh Jepang. Dijadikan tobang (bahasa Jepang) atau dapur umur. Dapur umum untuk memberikan
konsumsi ke seluruh front-front tentara Jepang yang ada di Bekasi, karena saat
itu Bekasi sudah menjadi kekuasaan pemerintah Jepang. Kedua, dijadikan sebagai komacu atau gudang tempat menyimpan
persenjataan perang. Ketiga, dijadikan Nippon
Shinbun yaitu pusat penerangan tentara Jepang,” lanjutnya Edi.
Akhirnya pada
1945 setelah Indonesia merdeka, Jepang keluar dari Gedung Juang ini, karena
Jepang sudah kalah perang dari Sekutu. Hal
ini diakibatkan kota Hiroshima dan Nagasaki yang dibom atom oleh Sekutu. Tepat
15 September 1945, tentara Sekutu tiba di Indonesia lewat Tanjung Priok,
Jakarta yang dipimpin oleh SEACOMMAND.
Setelah itu
akhirnya Gedung Juang diambil alih oleh Komite Nasional Indonesia (KNI). Gedung
tersebut digunakan sebagai Pusat Komando Pejuang Republik Indonesia (PKPRI)
untuk melawan Sekutu. Namun, sekarang Gedung Juang sangat tidak terawat. Sebagian
besar ruangan menjadi sarang kelelawar. Bau menyengat akan tercium saat
melewati gedung tersebut. Miris sekali. Cerita sejarahnya hanya dianggap cerita
lalu.
Kondisi yang
sudah mulai parah tersebut, tak ada yang memperhatikan. Dari pihak pemerintah
pun terbilang cuek. Bahkan di samping gedung tersebut, dijadikan kantor pemadam
kebakaran. Tidak ada cara lain selain kesadaran dari masyarakat sekitar maupun
pemerintah untuk membanggakan kembali gedung bersejarah tersebut.
Komentar
Posting Komentar