BEKASI- Kisruh yang terjadi di Universitas Islam 45 Bekasi (Unisma)
belum menemukan titik terang. Pasalnya, tuntutan yang di lakukan oleh beberapa
mahasiswa mengenai pergantian rektor
belum disepakati secara resmi oleh pihak Yayasan Pendidikan Islam 45. Hal yang
sama dikeluhkan juga oleh beberapa dekan, dosen maupun karyawan yang kecewa
dengan kebijakan serta kepemimpinan rektor saat ini. Sementara itu, rektor
maupun jajarannya masih bekerja seperti
biasa.
“Sejak awal
terpilihnya Bu Eni sebagai rektor baru UNISMA sempat menjadi kontroversi,
tetapi waktu itu kita sempat memaklumi.
Dari empat calon rektor sebenarnya sudah ditentukan namun dalam
kenyataannya, dari empat yang direkomendasikan hanya 1 yang di pit
& proper test. Padahal idealnya
semua bisa lolos, dan baru bisa diambil kesimpulan. Sehingga terlihat sekali ada intervensi dan
tidak didasarkan pada nilai obyektif siapa yang pantas menjadi rektor,” kata
Andi Sopandi, salah satu dekan yang mendukung untuk pergantian rektor.
Selain itu, pihak
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unisma yang sebelumnya sudah melakukan aksi
demo agar transparansi anggaran dan status Unisma bisa berganti menjadi negeri
ternyata belum berhasil. Demo yang berlangsung selama dua kali tersebut
akhirnya berujung untuk menuntut rektor agar turun dari jabatannya. “Secara
status quo, rektor sudah mengundurkan
diri, namun secara de facto, rektor
belum turun karena belum ada Penanggung Jawab Sementara (PJS) yang menjadi
syaratnya. Permasalahan utama sebenarnya transparansi mengenai kebijakan,
program kerja, rencana strategi serta anggaran tidak ada dan tidak pernah dipublikasikan
sehingga tidak jelas”, tambah Didi Mulyawan, ketua BEM Unisma.
Sedangkan menurut
Afrina Sari, Wakil Rektor 1, yang ditemui beberapa saat yang lalu berpendapat
bahwa mahasiswa tidak berhak untuk menurunkan rektor maupun jajarannya secara
paksa. “Karena mahasiswa yang menyuruh saya mundur itu artinya tidak konstitusi
artinya tidak ada dalam undang-undang, makanya saya tetap bekerja. Keputusan
rektor dan wakil rektor berhenti itukan ada di tangan yayasan. Selama yayasan
mengatakan kita adalah rektor dan wakil rektornya, kita tetap bertugas”, tutur
beliau. Selain itu menurut Afrina, ada ketentuan untuk mengganti rektor,
pertama meninggal dunia, kedua terpidana, yang ketiga rektor mendapat tugas
negara untuk dinas, yang keempat jika dia korupsi. Namun, semua indikasi
tersebut dibantah tidak ada, sehingga mereka tidak berhak untuk menuntut. “Secara
undang-undang mahasiswa bisa dituntut sih, ada pasal-pasalnya (pemaksaan) dan
kita tidak setuju dengan penurunan itu dan itu merupakan pemaksaan”, kata
Afrina.
Komentar
Posting Komentar